KPPAD Kalbar Berikan Pendampingan Terhadap Korban dan Pelaku Perundungan

Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat memberikan pendampingan terhadap korban dan pelaku perundungan (bullying) anak di bawah umur di Pontianak.

Sebelumnya, pada Rabu 5 Januari 2022, viral di media sosial Instagram video perundungan anak yang terjadi di Taman Teras Parit Nenas, Pontianak. Dalam video tersebut, terlihat empat orang anak (pelaku) sedang melakukan perundungan kepada salah satu anak (korban). Adapun usia dari korban perundungan tersebut 8 tahun, sementara terduga pelaku berusia 12 hingga 13 tahun.

Menanggapi kejadian tersebut, KPPAD Kalbar langsung bergerak cepat dan berkoordinasi langsung dengan Polresta Pontianak.

“Kami menerima informasi berkaitan dengan ada perkara perundungan (bullying) sesama anak. Satu kali 24 jam kami meminta salah satu satgas untuk berkoordinasi dengan Polresta Pontianak,” ucap Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak kepada awak media, Jumat (07/01).

Eka mengatakan, setelah dilakukan advokasi, pihaknya langsung menuju TKP untuk mengecek kebenaran informasi yang diterima.

“Respon cepat dilaksanakan oleh Polsek Utara, didapatkan terduga pelaku anak atau Anak Berhadapan dengan Hukum sebanyak 4 orang langsung diamankan, namun karena di Polsek Utara tidak ada Unit PPA maka dilimpahkan ke Unit PPA Polresta Pontianak,” kata Eka

Ia menjelaskan, dalam penanganan kasus ini pihaknya mengacu pada sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012.

“Kita percayakan prosesnya, tentunya pihak kepolisian lebih mengetahui jalurnya dan sesuai aturan yang berlaku. Dimana harus melibatkan BAPAS, Peksos, yang jelas akan dilakukan proses diversi,” ujar Eka.

Dalam video tersebut, didapatkan informasi bahwa terduga pelaku masih berada di bawah umur 12 tahun. Ini yang menjadikan pelaku tidak bisa ditahan.

“Tentunya ini tidak bisa ditahan. Bukan berarti kita tidak tegas dalam menindak hal ini, tetapi ini perintah Undang-Undang, kami hanya sebagai pelaksana untuk melaksanakan Undang-undang tersebut. Karena korban dan pelaku sama-sama anak, kami berdiri di tengah-tengah tanpa harus berpihak ini korban atau pelaku, tetap mengacu pada sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012,” imbuh Eka.

Masih kata Eka, bukan hal yang mudah untuk menyikapi masalah perundungan anak ini. Tentu sebagai lembaga yang berwenang untuk memfasilitasi pelayanan masyarakat terhadap kasus-kasus pelanggaran hak anak, harus bisa memberikan pembinaan kepada anak-anak baik itu korban atau pelaku.

“Bagaimana pun kita harus memberikan pembinaan kepada anak-anak baik korban atau pelaku, terutama dalam memberikan edukasi yang berkaitan dengan etika dan moral. Jangan selesai hanya dengan minta maaf atau materai, tetapi bagaimana caranya kita bertanggung jawab disini yaitu orang tua baik orang tua korban atau orang tua pelaku kita ajak duduk bersama, agar sama-sama mendidik anak kita dengan koridor aturan agama yang berkaitan dengan akhlak, etika, dan kemoralan,” pungkas Eka.

Sepanjang 2021 KPPAD Kalbar Terima 294 Pengaduan Kasus Anak

Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat selama tahun 2021 menerima 294 pengaduan pelanggaran hak anak.

Kasus perlindungan anak baik pengaduan yang masuk maupun pemantauan atau non pengaduan yang tertinggi klaster pertama yaitu Anak Berhadapan dengan Hukum dengan jenis kasus kejahatan seksual sebanyak 71 kasus, Trafficking dan Eksploitasi dengan jenis kasus anak sebagai korban yaitu traficking dan prostitusi online sebanyak 69 kasus.

Kemudian Hak sipil dan Partisipasi dengan jenis kasus pernikahan usia anak sebanyak 52 kasus, Anak berhadapan dengan hukum dengan jenis kasus anak sebagai korban kekerasan fisik sebanyak 28 kasus, Keluarga dan Pengasuhan Alternatif dengan jenis kasus anak sebagai korban perebutan hak asuh sebanyak 22 kasus.Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Provinsi Kalimantan Barat selama tahun 2021 menerima 294 pengaduan pelanggaran hak anak.

Kasus perlindungan anak baik pengaduan yang masuk maupun pemantauan atau non pengaduan yang tertinggi klaster pertama yaitu Anak Berhadapan dengan Hukum dengan jenis kasus kejahatan seksual sebanyak 71 kasus, Trafficking dan Eksploitasi dengan jenis kasus anak sebagai korban yaitu traficking dan prostitusi online sebanyak 69 kasus.

Kemudian Hak sipil dan Partisipasi dengan jenis kasus pernikahan usia anak sebanyak 52 kasus, Anak berhadapan dengan hukum dengan jenis kasus anak sebagai korban kekerasan fisik sebanyak 28 kasus, Keluarga dan Pengasuhan Alternatif dengan jenis kasus anak sebagai korban perebutan hak asuh sebanyak 22 kasus. Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak mengungkapkan, berdasarkan data wilayah penyebaran kasus anak di Kalimantan Barat pada tahun 2021 yang diterima dan dikonfirmasi oleh pihak KPPAD Kalbar baik pengaduan maupun non pengaduan yang tertinggi yaitu di Kota Pontianak 147 kasus.

“Kemudian Kubu Raya 74 kasus, Sambas 29 kasus, Bengkayang 11 kasus, Singkawang 9 kasus,” ungkap Eka, Kamis 16 Desember 2021.

Selain itu, untuk persentase pencapaian penyelesaian kasus di tahun 2021 yaitu Anak Berhadapan dengan Hukum 124 kasus sebanyak 3 persen sedang dalam proses hukum, Keluarga dan Pengasuhan Alternatif 37 kasus sebanyak 5 persen dalam penyelesaian, Pendidikan 0 kasus, Kesehatan dan NAPZA 5 kasus, Pornografi dan Cyber Crime 3 kasus, Trafficking dan Eksploitasi 69 kasus, Hak Sipil dan Partisipasi 52 kasus, Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat 3 kasus, Agama dan Budaya 1 kasus.

Eka melanjutkan, KPPAD telah memiliki empat komisi perlindungan anak di daerah yaitu di Kubu Raya, Mempawah, Ketapang, dan Kayong Utara.

“Insya Allah tahun depan kita akan menyambut teman-teman komisi perlindungan anak yang dibentuk oleh kota Pontianak,” ucapnya.

Ia berharap, di 2022 untuk kabupaten kota yang belum memiliki KPPAD untuk bisa segera membentuk KPPAD untuk meminimalisir kasus kekerasan terhadap anak.

“Harapan kami di tahun 2022/2023 seluruh pemerintah kabupaten kota yang belum memiliki KPPAD mohon agar bisa membentuk KPPAD di daerah masing-masing. Karena dengan cara inilah kita bisa meminimalisir kekerasan terhadap anak, dengan target yaitu mewujudkan provinsi layak anak di tahun 2022/2023,” harap Eka

KPPAD Kalbar Temukan 59 Anak Sudah Siap ‘Dipesan’ untuk Malam Tahun Baru

Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar) Eka Nurhayati Iskak menyebut, dalam penelusuran yang dilakukan, terungkap sebanyak 59 anak siap dipesan untuk malam pergantian tahun.

Menurut dia, bahkan mereka telah menurunkan harga, dari semula Rp 300.000 untuk sekali kencan menjadi Rp 150.000.

“Ada 59 anak di Pontianak membuka pesanan menerima jasa layanan seks komersial pada malam tahun baru,” kata Eka saat dihubungi, Rabu (16/12/2020).Ketua Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar) Eka Nurhayati Iskak menyebut, dalam penelusuran yang dilakukan, terungkap sebanyak 59 anak siap dipesan untuk malam pergantian tahun.

Menurut dia, bahkan mereka telah menurunkan harga, dari semula Rp 300.000 untuk sekali kencan menjadi Rp 150.000.

“Ada 59 anak di Pontianak membuka pesanan menerima jasa layanan seks komersial pada malam tahun baru,” kata Eka saat dihubungi, Rabu (16/12/2020).

Eka menjelaskan, temuan tersebut terungkap berdasarkan hasil pengembangan yang dilakukan terhadap 28 orang, yang sebagian di antaranya anak-anak, dalam sebuah operasi razia hotel tempo hari.

“Kami memeriksa ponsel mereka, lalu menemukan sudah ada 59 anak yang akan bertransaksi pada akhir tahun ini,” ungkap Eka

Untuk mencegah terjadinya prostitusi yang melibatkan anak di bawah umur, lanjut Eka, KPPAD Kalbar bersama aparat kepolisian dan Satpol PP akan gencar menggelar razia di hotel dan indekos.

“Ada beberapa hotel, penginapan dan indekos yang sudah digaris merah. Itu yang akan menjadi sasaran kami,” ujar Eka.

Sebelumnya diberitakan, aktivitas prostitusi online dalam salah satu hotel di Kota Pontianak, Kalimantan Barat (Kalbar), terungkap.

Dari 28 orang yang ditangkap, terdapat 17 laki-laki dan 11 perempuan. Sebanyak 10 di antaranya masih anak-anak.

Kapolresta Pontianak Kombes Pol Komarudin mengatakan, dalam proses pemeriksaan, dari 28 orang yang diamankan, tujuh orang di antaranya diduga berperan sebagai mucikari

“Para mucikari ini dijerat dengan Pasal 88 Undang-undang tentang Perlindungan Anak. Diancam hukuman penjara 10 tahun dan denda Rp 200 juta,” kata Komarudin kepada wartawan, Selasa (8/12/2020)

Selain itu, kepolisian juga mengamankan sejumlah barang bukti berupa alat kontrasepsi baru dan bekas pakai, obat kuat, uang tunai dan ponsel. Komarudin menegaskan, kepolisian terus mendalami jaringan prostitusi online di Kota Pontianak

Dia mengimbau, dengan kembalinya terungkap kasus ini, para orangtua lebih memperhatikan aktivitas anakny

“Mereka yang diamankan akan menjalani pemeriksaan kesehatan terkait Covid-19, narkoba dan penyakit kelamin,” ucap Komarudin.a.k.

Sumber :kompas.com